Rencana perubahan
harga nominal rupiah atau redenominasi tidak bisa dilaksanakan dalam
waktu singkat. Butuh tiga tahapan yang memerlukan waktu sekitar minimal
enam tahun agar redenominasi rupiah bisa dilaksanakan secara penuh.
Demikian Gubernur Bank Indonesia (BI),
Darmin Nasution, saat kick off konsultasi publik ‘Perubahan Harga
Rupiah: Redenominasi Bukan Sanering’ di Jakarta, Rabu (22/1), seperti
dikutip situs Sekretariat Kabinet.
Gubernur BI menyebutkan sebelum
berlangsung secara keseluruhan, redenominasi rupiah akan dilakukan dalam
tiga tahapan kegiatan, yaitu tahap persiapan, tahap transisi/
paralelisasi dan tahap phasing out.
“Masa persiapan dan implementasi diperkirakan akan memerlukan waktu sekitar enam tahun,” kata Darmin.
Pada tahap pertama, yaitu tahap
persiapan, kegiatan utama adalah penyusunan RUU Redenominasi hingga
disahkan menjadi UU. “Juga rencana pencetakan uang dan distribusinya,
penyesuaian infrastruktur dan teknologi informasi sistem pembayaran,
akuntansi serta komunikasi kepada seluruh lapisan masyarakat,” jelas
Darmin.
Tahap selanjutnya yaitu transisi
dilakukan dengan penukaran secara bertahap Rupiah “lama” dan Rupiah
“baru”. “Ada dua mata uang yaitu Rupiah “lama” dan Rupiah “baru” yang
diberlakukan. Pada tahap ini, pedagang diwajibkan mencantumkan harga
barang atau jasa dalam Rupiah “lama” dan Rupiah “baru” (dual price
tagging),” kata Darmin.
Terakhir, lanjut Gubernur BI, tahap phasing out
di mana seluruh transaksi menggunakan Rupiah “baru”. Yaitu saat
dilakukan pengembalian mata uang Rupiah dengan kata “baru” menjadi
Rupiah. Saat tahapan terakhir ini selesai, seluruh transaksi akan
menggunakan Rupiah “baru”.
Sebelum ini Menteri Keuangan (Menkeu)
Agus Martowardojo menyebutkan, redenominasi adalah penyederhanaan
nominal rupiah disertai dengan penyederhanaan nominal yang sama atas
harga barang dan jasa. Sehingga daya beli masyarakat tidak berubah. Ini
berbeda dengan sanering dimana pemotongan nominal rupiah tidak disertai penyesuaian harga barang, sehingga daya beli masyarakat turun.
Agus mengambil contoh langkah
redenominasi rupiah, uang nominal yang tadinya Rp 50 ribu setelah
redenominasi menjadi Rp 50, tanpa menurunkan daya beli masyarakat.
Menurut Menkeu, selama ini rupiah
memiliki jumlah digit terlalu banyak. Hingga timbul ketidakefisienan
dalam proses input data, pengelolaan data base, pelaporan serta penyimpanan data.
"Penggunaan digit seperti itu
menimbulkan pemborosan dalam penyajian laporan dan akuntansi, kerumitan
perhitungan dalam transaksi ekonomi sehungga bisa menyebabkan
kekeliruan," jelas Agus.
Sesuai dengan amanah UU No.7 Tahun 2011
tentang Mata Uang, pemerintah dengan Bank Indonesia telah menyelesaikan
draft Rancangan Undang-undang (RUU) khusus terkait Redenominasi.
"Draft sudah diajukan ke DPR untuk masuk
dalam Program Legislasi Nasional 2013. Selanjutnya substansi itu akan
dibahas kembali pada sidang paripurna supaya jadi UU," papar Agus
Mengenai kemungkinan risiko saat
redenominasi, menurut Gubernur BI Darmin Nasution, hal itu dapat
dimitigasi dapat dengan landasan hukum yang kuat dan dukungan dari
masyarakat luas. Risiko ini terkait dengan potensi kenaikan harga,
penolakan dari masyarakat dan risiko perselisihan.
“Belajar dari pengalaman beberapa negara
lain, dengan dasar hukum yang kuat dan dukungan dari masyarakat luas,
hampir seluruh risiko berhasil dimitigasi dengan baik,” ungkap Darmin.
Gubernur BI menyebutkan, salah satu
risiko dalam penerapan redenominasi di Indonesia adalah potensi kenaikan
harga. Hal ini muncul akibat pembulatan harga-harga ke atas secara
berlebihan karena kepentingan pribadi.
Risiko ini, dapat dimitigasi dengan
undang-undang yang secara tegas mengatur praktek pembulatan harga, yang
memenuhi kriteria kewajaran, disertai pengawasan dan penindakan tegas
bagi yang melanggar. Selanjutnya,
ada risiko masyarakat menolak karena kurangnya pemahaman mengenai
redenominasi. “Risiko ini dapat dicegah dengan komunikasi yang intensif
dan sistematis kepada seluruh lapisan masyarakat hingga ke seluruh
pelosok daerah,” jelas Darmin.
Selain penolakan, ada risiko
perselisihan karena masyarakat keliru mengartikan dokumen yang bernilai
uang, dalam rupiah lama dan uang rupiah baru. “Ini dapat dicegah dengan
ketentuan undang-undang yang secara jelas dan tegas mengatur hal
tersebut,” tambah Gubernur BI.
Darmin mengajak semua pihak untuk
belajar dari keberhasilan Turki, Romania, Polandia dan Ukraina.
Negara-negara tersebut telah dapat menikmati keberhasilan redenominasi
dalam bentuk meningkatnya efisiensi perekonomian.
Sumber : http://www.hukumonline.com
0 komentar:
Posting Komentar