Jakarta - Di dunia sepakbola saat ini,
Barcelona adalah dewa yang kelewat dominan. Sampai-sampai ada kelakar
yang menyebut kans mereka menang mencapai 99%. Namun, siapa sangka kans
tersebut jadi nihil di hadapan AC Milan.
Dominasi Barca terhadap
lawan-lawan mereka memang bukan kelakar, melainkan sebuah fakta. Anda
tidak akan heran jika melihat mereka menguasai bola hingga 65%. Barca
memang begitu. Dan saking begitunya, ada yang dengan pede-nya
mengatakan bahwa kans Barca menang atas Milan mencapai 99%. Alasannya
sederhana, rekor Milan atas Barca tidak pernah bagus. Lagipula Barca
punya modal amunisi cukup untuk membongkar pertahanan Milan yang dinilai
tidak istimewa.
Tapi, 99% itu bukanlah 100%. Masih ada satu persen lagi. Dan itu adalah sebuah nama lain pula dari kata "celah".
Asal punya modal cukup, kans sebuah tim tidak akan benar-benar sampai
0%. Lagipula, sepakbola sudah terlalu sering melihat tim yang dinilai
lebih kecil mengalahkan tim yang besar. Cerita-cerita folklore soal manusia biasa yang mengalahkan raksasa adalah cerita nyata di sepakbola.
Barca dan Milan juga begitu. Anda tidak akan heran melihat bursa-bursa taruhan seperti Ladbrokes, Bwin, sampai William Hill
menjagokan Barca. Tapi, Milan juga bukan tim kerdil. Ada anggapan bahwa
sekalipun jelek di Seri A, Milan masih bisa tampil bagus di Liga
Champions. Bos-bos mereka menyebut, Milan punya DNA Liga Champions.
Sementara itu, Pedro menyebut bahwa Milan selalu mengerikan di kandang
dan Jordi Roura mengatakan, laga penentuan memang akan dilakukan di Camp
Nou.
Sial bagi Barca, ucapan Pedro dan Roura jadi kenyataan. San
Siro jadi tempat yang begitu agung, sementara Barca dengan Lionel Messi
hanya sekelompok kecil manusia yang berlarian di dalamnya.
Dua
gol dari Kevin-Prince Boateng dan Sulley Muntari membuat kans yang
katanya cuma 1% itu menjadi besar maksimal. Ada banyak faktor yang bisa
menjadi penyebabnya, dan itu menunjukkan bahwa Milan memang punya modal
untuk membuat kans mereka tidak mati sama sekali. Faktor-faktor itu
terwujud pada nama-nama seperti Ignazio Abate, Riccardo Montolivo,
Massimo Ambrosini hingga Boateng dan Muntari.
Barca boleh
menikmati penguasaan bola hingga 65%. Tapi, semuanya mentah. Ambrosini
tampil impresif di lini tengah. Dia membuat 5 tekel sepanjang
pertandingan, plus meng-intercept bola sebanyak 9 kali. Jumlah
tersebut adalah jumlah terbanyak di antara pemain-pemain lainnya di atas
lapangan. Kinerja Ambrosini kemudian memudahkan Montolivo untuk
mengatur tempo.
Di sisi lain, Barca justru menghadapi problem
klasik. Untuk sebuah tim yang kelewat dominan seperti mereka, ujian
sesungguhnya akan hadir ketika menghadapi tim yang membuat mereka
mentok. Tantangannya adalah bagaimana mereka mencari jalan keluar. Hal
ini sudah sering mereka hadapi. Ambil contoh ketika menghadapi Inter
Milan pada 2010, Chelsea pada musim lalu, dan yang paling baru adalah
ketika menghadapi Granada akhir pekan lalu.
Pada laga yang
disebut terakhir tersebut, Barca tertinggal lebih dulu dan tampak
kesulitan untuk mencari cara mencetak gol. Namun, mereka punya jalan
keluar berwujud Messi. Dua gol bintang asal Argentina itu membuat Barca
membalikkan keadaan. Nah, sialnya, pada laga melawan Milan, si jalan
keluar itu ikut-ikutan buntu.
Messi mati kutu. Saking mati kutunya, Opta
mencatat bahwa dia hanya menyentuh bola satu kali(!) di dalam kotak
penalti lawan. Dia tidak bisa berbuat banyak lantaran dikawal ketat.
Imbas dari ini, Messi jadi kerap terlihat bermain melebar yang justru
membuatnya bertabrakan posisi dengan Pedro.
Barisan pertahanan
Barca pun tidak banyak membantu. Jordi Alba berkali-kali kalah lantaran
dikerjai habis oleh kombinasi Boateng dan Abate. Gol dari Muntari pun
menunjukkan bahwa barisan pertahanan Barca masih kerap alpa dalam
menutup lubang. Muntari dengan mudah berdiri tak terkawal di sisi
samping pertahanan, sebelum akhirnya menceploskan bola ke gawang Victor
Valdes.
Saya ingat salah satu gol Gonzalo Castro ketika Real
Sociedad mengalahkan Barca Januari lalu. Gerard Pique bergerak maju
untuk menghalau bola, sehingga Dani Alves bergeser ke tengah untuk
menutup lubang yang ditinggalkan. Lubang yang ditinggalkan Alves itu
kemudian dimanfaatkan Castro untuk masuk, dan dia dengan mudah menerima
umpan, melepaskan tendangan kaki kiri, dan membobol gawang Valdes.
Demikian
pula dengan gol Muntari. Ada tiga-empat bek Barcelona bergerak ke kiri,
tempat serangan Milan berawal. Alhasil, sisi kanan pun lowong dan
Muntari berdiri tidak terkawal. Gol Muntari itu mungkin hanya menyisakan
satu hal bagi Barca, yakni ucapan "Sampai jumpa di Camp Nou!"
[detik.sport.com]









0 komentar:
Posting Komentar